Rekayasa Proses Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar

Rekayasa Proses Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar
Rekayasa Proses Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar ini merupakan judul tulisan yang disajikan untuk tugas mata kuliah REKAYASA  PERANCANGAN PROSES dengan sub topik pemilihan produk yang akan dirancang proses produksinya. Ulasan ringkasnya adalah sebagai berikut:

Pemikiran yang mendasari Rekayasa Proses Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar


Bahan bakar merupakan komponen penggerak mesin, kendaaran dan peralatan bermotor. Sebagai sumber energy, bahan bakar yang telah dikembangkan dan lama digunakan adalah bahan yang berbasiskan pada bahan bakar fosil. Dipandang dari segi kontinyuitas, bahan bakar fosil sifatnya tidak terbarukan sehingga untuk jangka panjang bahan bakar fosil diperkirakan akan habis. untuk memproduksi kembali bahan bakar fosil tersebut, diperlukan waktu jutaan tahun. dengan demikian, bahan bakar fosil tersebut dianggap sebagai sumber energy yang tak terbarukan.

Berbeda dengan bahan bakar fosil, biodiesel merupakan bahan bakar yang sifatnya terbarukan. Biodiesel merupakan salah satu bahan bakar alternative yang diarahkan untuk mensubstitusi bahan bakar “solar” untuk mesin diesel. Biodisel dapat dihasilkan dari berbagai bahan nabati dan hewani, seperti minyak nabati dan lemak hewan.

Minyak nabati dan lemak hewan memiliki kelemahan apabila diaplikasikan langsung pada mesin diesel. Karakteristik fisik seperti densitas dan viskositas serta karakteristik kimia seperti bilangan setana dan nilai kalori dinilai menghambat kinerja mesin apabila dibandingkan dengan bahan bakar solar. Ada dua hal utama yang dapat dilakukan berkaitan dengan masalah tersebut. Pertama adalah dengan mengubah karakteristik bahan sehingga menyesuaikan dengan kondisi mesin dan cara kedua adalah dengan mengubah mesin sehingga dapat digunakan dengan menggunakan bahan minyak nabati ataupun lemak hewan. Cara pertama dipandang lebih sederhana, mudah dan ekonomis bila dibandingkan dengan cara kedua. Untuk itulah teknologi konversi bahan organic menjadi biodiesel dikembangkan.

Alternatif Teknologi Pembuatan Biodiesel

  1. Esterifikasi (Fischer) dengan menggunakan pereaksi Alkohol-katalis asam


Reaksi esterifikasi (Fischer) adalah reaksi pembentukan ester dengan cara merefluks sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol dengan katalis asam [1]. Asam yang digunakan sebagai katalis biasanya adalah asam sulfat. Ester dihasilkan apabila asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol dengan bantuan katalis asam. Katalis ini biasanya adalah asam sulfat pekat. Terkadang juga digunakan gas hidrogen klorida kering, tetapi katalis-katalis ini cenderung melibatkan ester-ester aromatik (yakni ester yang mengandung sebuah cincin benzen).

Reaksi esterifikasi berlangsung lambat dan dapat balik (reversibel). Persamaan untuk reaksi antara sebuah asam RCOOH dengan sebuah alkohol R’OH (dimana R dan R’ bisa sama atau berbeda) adalah sebagai berikut:

Persamaan Reaksi Esterifikasi
Persamaan Reaksi Esterifikasi

  1. Transeterifikasi dengan menggunakan pereaksi Alkohol-katalis basa


Transesterifikasi (biasa disebut dengan alkoholisis) adalah tahap konversi dari trigliserida (minyak nabati) menjadi alkyl ester, melalui reaksi dengan alkohol, dan menghasilkan produk samping yaitu gliserol. Di antara alkohol-alkohol monohidrik yang menjadi kandidat sumber/pemasok gugus alkil, metanol adalah yang paling umum digunakan, karena harganya murah dan reaktifitasnya paling tinggi (sehingga reaksi disebut metanolisis).

  1. Estrans dengan katalis biologis (biokatalis


Beberapa kritik yang ditujukan terhadap proses transesterifikasi kimiawi adalah tingginya konsumsi energi proses serta masih terikutnya senyawa-senyawa pengotor dalam metil ester, seperti [mono, di] gliserida, gliserol, air, dan katalis alkalin yang dipergunakan (Salis dkk., 2005; Han dkk, 2005; Toda dkk, 2006). Pemurnian metil ester terhadap senyawa-senyawa pengotor tersebut memerlukan tambahan energi dan material dalam proses transesterifikasi minyak menjadi biodiesel.

Salis dkk. (2005) mengajukan teknik katalisasi biologis (biocatalysis) untuk memproduksi biodiesel, oleic acid alkyl ester (dalam hal ini butil oleat), dari triolein menggunakan beberapa macam katalis biologis, yakni Candida Antarctica B, Rizhomucor Miehei, dan Pseudomonas Cepacia. Karena mahalnya harga katalis biologis dibandingkan katalis kimiawi, maka penggunaan katalis biologis tersebut dilakukan dengan cara immobilisasi pada katalis. Teknik ini sekaligus memungkinkan dilakukannya proses kontinyu dalam produksi biodiesel. Dari hasil pengujian yang dilakukan Salis dkk. (2005), ditemukan bahwa Pseudomonas Cepacia merupakan katalis biologis yang paling baik dalam menghasilkan 100% butil oleat (oleic acid ethyl ester) dalam waktu 6 jam. Temperatur optimum reaksi ini adalah 40oC.

Toda dkk (2006) juga menggunakan jalur katalis biologis untuk memproduksi biodiesel dari minyak tumbuhan. Mereka membuat katalis padat (solid catalyst) dari gula dengan cara melakukan pirolisis terhadap senyawa gula (D-glucose dan sucrose) pada temperatur di atas 300oC. Proses ini menyebabkan karbonisasi tak sempurna terhadap senyawa gula dan terbentuknya lembar-lembar karbon aromatik polisiklis (polycyclic aromatic carbon sheets). Asam sulfat (sulphuric acid) kemudian digunakan untuk mensulfonasi cincin aromatik tersebut sehingga menghasilkan katalis. Katalis padat yang dihasilkan dengan cara ini disebutkan memiliki kemampuan mengkonversi minyak tumbuhan menjadi biodiesel lebih tinggi dibandingkan katalis asam sulfat cair ataupun katalis asam padat lain yang telah ada sebelumnya.

  1. Esterifikasi/Tranesterifikasi tanpa Katalis


Han dkk. (2005) [2] melakukan proses transesterifikasi pada minyak kedelai (soybean oil) menggunakan methanol superkritik dan co-solvent CO2. Tidak adanya katalis pada proses ini memberikan keuntungan tidak diperlukannya proses purifikasi metil ester terhadap katalis yang biasanya terikut pada produk proses transesterifikasi konvensional menggunakan katalis asam/basa. Han dkk. (2005) melakukan perbaikan pada proses transesterifikasi menggunakan methanol superkritik dengan menambahkan co-solvent CO2 yang berfungsi untuk menurunkan tekanan dan temperatur operasi proses transesterifikasi. Hal ini berkorelasi langsung pada lebih rendahnya energi yang diperlukan dalam proses transesterifikasi menggunakan methanol superkritik. Namun demikian, temperatur yang terlibat dalam proses yang dilakukan Han dkk (2005) masih cukup tinggi, yakni sekitar 280oC.

  1. Estrans dengan menggunakan gelombang mikro (microwave)


Pada pengujian proses transesterifikasi, bahan yang digunakan sebagai pembentuk biodiesel adalah campuran minyak goreng curah, metanol dan katalis. Peralatan yang didesain dalam penelitian ini diharapkan dapat melakukan proses transesteri-fikasi secara kontinu.

Perangkat microwave yang digunakan dalam desain ini diuji coba pada 3 daya yaitu pada 400, 500 dan 650 watt, sehingga total daya yang dihasilkan oleh perangkat transesterifikasi adalah 800, 1000 dan 1300 watt. Ketiga daya ini akan diuji coba untuk mengetahui pengaruh daya microwave yang digunakan terhadap hasil biodiesel.

  1. Estrans dengan menggunakan katalis sodium metilat


Katalis umumnya memiliki harga yang cukup mahal. Untuk skala produksi dengan kapasitas besar “industry” digunakan katalis sodium metilat yang dianggap lebih murah dan tersedia dalam jumlah cukup.

Sumber Pustaka

[1] http_://id.wikipedia.org/wiki/Esterifikasi_Fischer

[2] http_://www.kamusilmiah.com/mesin/mengenal-biodiesel-karakteristik-produksi-hingga-performansi-mesin-2/

[3] Chomsin Sulistya Widodo, Muhammad Nurhuda, Aslama A., Hexa A., dan Saiful Rahman. 2006. Studi Penggunaan Mikrowave pada Proses Transesterifikasi Secara Kontinu untuk Menghasilkan Biodiesel. Brawijaya
Previous Post
Next Post
Related Posts